Kamis, 28 Desember 2017

Sejarah Perkembangan Film di Indonesia

Laskar Pelangi
Potongan Film Laskar Pelangi
Film Indonesia pertama kali dikenalkan pada 5 Desember 1900 di Batavia (Jakarta). Pada masa itu film disebut “Gambar Idoep". Pertunjukkan film pertama digelar di Tanah Abang dengan tema film dokumenter yang menggambarkan perjalanan Ratu dan Raja Belanda di Den Haag. 

Namun pertunjukan pertama ini kurang sukses karena harga karcisnya dianggap terlalu mahal. Sehingga pada 1 Januari 1901, harga karcis dikurangi hingga 75% untuk merangsang minat penonton.


Film cerita pertama kali dikenal di Indonesia pada tahun 1905 yang diimpor dari Amerika. Film-film impor ini berubah judul ke dalam bahasa Melayu, dan film cerita impor ini cukup laku di Indonesia, dibuktikan dengan jumlah penonton dan bioskop pun meningkat. Daya tarik tontonan baru ini ternyata mengagumkan.

Film lokal pertama kali diproduksi pada tahun 1926, dengan judul “Loetoeng Kasaroeng” yang diproduksi oleh NV Java Film Company, adalah sebuah film cerita yang masih bisu. Agak terlambat memang, karena pada tahun tersebut di belahan dunia yang lain, film-film bersuara sudah mulai diproduksi.

Kemudian, perusahaan yang sama memproduksi film kedua dengan judul “Eulis Atjih”. Setelah film kedua ini diproduksi, kemudian muncul perusahaan- perusahaan film lainnya seperti Halimun Film Bandung yang membuat Lily van Java dan Central Java Film (Semarang) yang memproduksi “Setangan Berlumur Darah”.

Untuk lebih mempopulerkan film Indonesia, Djamaludin Malik mendorong adanya Festival  Film  Indonesia (FFI)  I  pada tanggal 30  Maret-5  April  1955,  setelah sebelumnya pada 30 Agustus 1954 terbentuk PPFI (Persatuan Perusahaan Film Indonesia). Kemudian film “Jam Malam” karya Usmar Ismail tampil sebagai film terbaik dalam festival ini. 

Film ini sekaligus terpilih mewakili Indonesia dalam Festival Film Asia II di Singapura. Film ini juga dianggap karya terbaik Usmar Ismail.  Sebuah  film  yang  menyampaikan  kritik  sosial  yang  sangat  tajam mengenai para bekas pejuang setelah kemerdekaan.

Pertengahan 90-an, film-film nasional yang tengah menghadapi krisis ekonomi harus  bersaing  keras  dengan  maraknya  sinetron  di  televisi-televisi  swasta. Apalagi dengan kehadiran Laser Disc, VCD dan DVD yang makin memudahkan masyarakat untuk menikmati film impor. Namun di sisi lain, kehadiran kamera- kamera digital berdampak positif juga dalam dunia film Indonesia, karena dengan adanya kamera digital, mulailah terbangun komunitas film-film independen. 

Film- film yang dibuat di luar aturan baku yang ada. Film-film mulai diproduksi dengan spirit militan. Meskipun banyak film yang kelihatan amatir namun terdapat juga film-film  dengan kualitas  sinematografi yang  baik, tetapi film-film  independen masih belum memiliki jaringan peredaran yang baik, sehingga film-film ini hanya bisa  dilihat  secara terbatas dan  di ajang festival  saja.

Salah  satu film  yang mendapat pengakuan dunia adalah film Laskar Pelangi.
Pada tanggal 19 Desember 2009, film “Laskar Pelangi” meraih penghargaan sebagai film terbaik se-Asia Pasifik di Festival Film Asia Pasifik yg diselenggarakan di Taiwan. Film ini memberikan semangat baru dalam pembuatan film di Indonesia.
Previous Post
Next Post

0 komentar:

"Kalau mau Copy-Paste artikel boleh saja, tapi sumbernya ke blog ini"