https://www.flickr.com/photos/horiavarlan/4293865266 |
Film yang ditemukan pada akhir abad ke-19 dan terus
berkembang hingga hari ini merupakan “perkembangan lebih jauh” dari teknologi fotografi. Perkembangan penting sejarah fotografi telah
terjadi di tahun 1826, ketika Joseph
Nicephore Niepce dari Perancis membuat campuran dengan perak untuk membuat
gambar pada sebuah lempengan timah yang tebal.
Thomas Alva Edison (1847-1931) seorang ilmuwan Amerika Serikat
penemu lampu listrik dan fonograf (piringan hitam), pada tahun 1887
terinspirasi untuk membuat alat untuk
merekam dan membuat (memproduksi) gambar. Edison
dibantu oleh George Eastman, yang
kemudian pada tahun 1884 menemukan pita film (seluloid) yang terbuat dari
plastik tembus pandang. Tahun 1891 Eastman
dibantu Hannibal Goodwin
memperkenalkan satu rol film yang dapat dimasukkan ke dalam kamera pada siang
hari.
Alat yang dirancang dan dibuat oleh Thomas Alva Edison itu disebut kinetoskop
(kinetoscope) yang berbentuk kotak berlubang untuk menyaksikan atau mengintip suatu pertunjukan. Lumiere bersaudara kemudian merancang peralatan
baru yang mengkombinasikan kamera, alat memproses film dan proyektor menjadi
satu. Lumiere Bersaudara menyebut
peralatan baru untuk kinetoskop
itu dengan Sinematograf (cinematographe). Peralatan sinematograf
ini kemudian dipatenkan pada tahun 1895.
Pada peralatan sinematograf ini terdapat mekanisme
gerakan yang tersendat (intermittent
movement) yang menyebabkan setiap frame dari film diputar akan berhenti
sesaat, dan kemudian disinari lampu proyektor. Di masa awal penemuannya,
peralatan sinematograf tersebut telah
digunakan untuk merekam adegan-adegan yang singkat, misalnya: adegan kereta api
yang masuk ke stasiun, adegan anak-anak bermain di pantai, di taman dan
sebagainya.
Film pertama kali dipertontonkan untuk khalayak umum
dengan membayar, berlangsung di Grand
Cafe Boulevard de Capucines, Paris, Perancis pada 28 Desember 1895.
Peristiwa ini sekaligus menSaudarai lahirnya film dan bioskop di dunia.
Meskipun usaha untuk membuat "citra
bergerak" atau film sendiri sudah dimulai jauh sebelum tahun 1895,
bahkan sejak tahun 130 masehi, namun dunia internasional mengakui
bahwa peristiwa di
Grand Cafe ini
yang menandai lahirnya film
pertama di dunia.
Sejak ditemukan, perjalanan film terus mengalami
perkembangan besar bersamaan dengan perkembangan atau kemajuan-kemajuan
teknologi pendukungnya. Pada awalnya, hanya dikenal film hitam putih dan tanpa
suara atau dikenal dengan sebutan “film bisu”. Masa film bisu berakhir pada
tahun 1920-an, setelah ditemukannya film bersuara. Film bersuara pertama
diproduksi tahun 1927 dengan judul “Jazz Singer”, dan diputar pertama kali
untuk umum pada 6 Oktober 1927 di New York, Amerika Serikat. Kemudian menyusul
ditemukannya film berwarna di tahun 1930-an.
Perubahan dalam industri perfilman jelas nampak pada teknologi yang digunakan. Jika pada awalnya film berupa
gambar hitam putih, bisu dan sangat cepat, kemudian berkembang hingga sesuai
dengan sistem penglihatan mata, berwarna, dan dengan
segala macam efek-efek yang
membuat film lebih dramatis dan terlihat lebih nyata.
Pada perkembangan selanjutnya, film tidak hanya dapat
dinikmati di bioskop dan berikutnya di televisi, namun juga dengan kehadiran
VCD dan DVD (Blue-Ray), film dapat dinikmati di rumah dengan kualitas gambar
yang baik, tata suara yang ditata
rapi, yang diistilahkan
dengan home theater.
Dengan perkembangan internet,
film juga dapat disaksikan lewat jaringan Superhighway. Film kemudian
dipandang sebagai komoditas industri oleh Hollywood, Bollywood, dan Hongkong.
Di sisi yang lain, film dipakai sebagai media penyampai
dan produk kebudayaan. Hal ini bisa dilihat di negara Prancis (sebelum 1995),
Belanda, Jerman, dan Inggris. Dampaknya adalah film akan dilihat sebagai
artefak budaya yang harus dikembangkan,
kajian film membesar,
eksperimen-eksperimen pun didukung oleh negara. Kelompok terakhir
menempatkan film sebagai aset politik untuk media propaganda negara. Oleh
karena itu di Indonesia Film berada di bawah pengawasan departemen penerangan
dengan konsep lembaga sensor film. Bagi Amerika Serikat, meskipun film-film
yang diproduksi berlatar belakang budaya Amerika, tetapi film-film tersebut
merupakan ladang ekspor yang memberikan keuntungan cukup besar.
0 komentar:
"Kalau mau Copy-Paste artikel boleh saja, tapi sumbernya ke blog ini"